Sunday, April 2, 2017

SEJARAH ANIMASI DUNIA



Animasi merupakan suatu teknik yang banyak sekali dipakai di dalam dunia film dewasa ini, baiksebagai suatu kesatuan yang utuh, bagian dari suatu film, maupun bersatu dengan film live. Dunia film sebetulnya berakar dari fotografi, sedangkan animasi berakar dari dunia gambar, yaitu ilustrasi desain grafis (desain komunikasi visual). Melalui sejarahnya masing-masing, baik fotografi maupun ilustrasi mendapat dimensi clan wujud baru di dalam film live clan animasi. Dapat dikatakan bahwa animasi merupakan suatu media yang lahir dari dua konvensi atau disiplin, yaitu film clan gambar. Untuk dapat mengerti clan memakai teknik animasi, kedua konvensi tersebut harus dipahami dan dimengerti.

Secara umum animasi merupakan suatu kegiatan menghidupkan, menggerakkan benda mati. Suatu benda mati diberikan dorongan kekuatan, semangat dan emosi untuk menjadi hidup dan bergerak, atau hanya berkesan hidup.

Sebenarnya, sejak jaman dulu, manusia telah mencoba meng¬animasi gerak gambar binatang mereka, seperti yang ditemukan oleh para ahli purbakala di gua Lascaux Spanyol Utara, sudah berumur dua ratus ribu tahun lebih. Mereka mencoba untuk menangkap gerak cepat lari binatang, seperti celeng,bison atau kuda, digambarkannya dengan delapan kaki dalam posisi yang berbeda dan bertumpuk (Hallas and Manvell 1973:23).

Orang Mesir kuno menghidupkan gambar mereka dengan urutan gambar-gambar para pegulat yang sedang bergumul, sebagai dekorasi dinding. Dibuat sekitar tahun 2000 sebelum Masehi (Thomas 1958:8)

Lukisan Jepang kuno memperlihatkan suatu alur cerita yang hidup, dengan menggelarkan gulungan lukisan, dibuat pada masa Heian(794-1192) (ensiklopedi Americana volume 19, 1976). Kemudian muncul mainan yang disebut Thaumatrope sekitar abad ke 19 di Eropa, berupa lembaran cakram karton tebal, bergambar burung dalam sangkar, yang kedua sisi kiri kanannya diikat seutas tali, bila dipilin dengan tangan akan memberikan santir gambar burung itu bergerak (Laybourne 1978:18).

Hingga di tahun 1880-an, Jean Marey menggunakan alat potret beruntun merekam secara terus menerus gerak terbang burung, berbagai kegiatan manusia dan binatang lainnya. Sebuah alat yang menjadi cikal bakal kamera film hidup yang berkembang sampai saat ini. Dan di tahun 1892, Emile Reynauld mengembangkan mainan gambar animasi ayng disebut Praxinoscope, berupa rangkaian ratusan gambar animasi yang diputar dan diproyeksikan pada sebuah cermin menjadi suatu gerak film, sebuah alat cikal bakal proyektor pada bioskop (Laybourne 1978:23).

Kedua pemula pembuat film bioskop, berasal dari Perancis ini,dianggapsebagai pembuka awal dari perkembangan teknik film animasi(Ensiklopedi AmericanavoLV1,1976:740)

Sepuluh tahun kemudian setelah film hidup maju dengan pesat-nya di akhir abad ke 19. Di tahun 1908, Emile Cohl pemula dari Perancis membuat film animasi sederhana berupa figure batang korek api. Rangkaian gambar-gambar blabar hitam(black-line) dibuat di atas lembaran putih, dipotret dengan film negative sehingga yang terlihat figur menjadi putih dan latar belakang menjadi hitam.

Sedangkan di Amerika Serikat Winsor McCay (lihat gambar disamping) membuat film animasi “Gertie the Dinosaur” pada tahun 1909. Figur digambar blabar hitam dengan latar belakang putih. Menyusul di tahun-tahun berikutnya para animator Amerika mulai mengembangkan teknik film animasi di sekitar tahun 1913 sampai pada awal tahun 1920-an. Max Fleischer mengembangkan “Ko Ko The Clown” dan Pat Sullivan membuat “Felix The Cat”. Rangkaian gambar-gambar dibuat sesederhana mungkin, di mana figure digambar blabar hitam atau bayangan hitam bersatu dengan latar belakang blabar dasar hitam atau dibuat sebaliknya. McCay membuat rumusan film dengan perhitungan waktu, 16 kali gambar dalam tiap detik gerakan.

Fleischer dan Sullivan telah memanfaatkan teknik animasi sell, yaitu lembaran tembus pandang dari bahan seluloid (celluloid) yang disebut “cell”. Pemula lainnya di Jerman, Lotte Reineger, di tahun 1919 mengembangkan film animasi bayangan, dan Bertosch dari Perancis, di tahun 1930 membuat percobaan film animasi potongan dengan figure yang berasal dari potongan-potongan kayu. Gambar berikut adalah tokoh “Gertie The Dinosaurs”, dan “Felix the Cat”

George Pal memulai menggunakan boneka sebagai figure dalam film animasi pendeknya, pada tahun 1934 di Belanda. Dan Alexsander Ptushko dari Rusia membuat film animasi boneka panjang “The New Gulliver” di tahun 1935.

Di tahun 1935 Len Lye dari Canada, memulai menggambar langsung pada film setelah memasuki pembaharuan dalam film berwarna melalui film”Colour of Box”. Perkembangan Teknik film animasi yang terpenting, yaitu di sekitar tahun 1930-an. Dimana muncul film animasi bersuara yang dirintis oleh Walt Disney dari Amerika Serikat, melalui film”Mickey Mouse”, “Donald Duck” dan ” Silly Symphony” yang dibuat selama tahun 1928 sampai 1940.

Pada tahun 1931 Disney membuat film animasi warna pertama dalam filmnya “Flower and Trees”. Dan film animasi kartun panjang pertama dibuat Disney pada tahun 1938, yaitu film “Snow White and Seven Dwarfs”.

Demikian asal mula perkembangan teknik film animasi yang terus berkembang dengan gaya dan ciri khas masing-masing pembuat di berbagai Negara di eropa, di Amerika dan merembet sampai negara¬negara di Asia. Terutama di Jepang, film kartun berkembang cukup pesat di sana, hingga pada dekade tahun ini menguasai pasaran film animasi kartun di sini dengan ciri dan gayanya yang khas.

Dan senangnya, kegairahan yang sama pun terjadi di ranah film animasi lokal. Bila saya perhatikan, hingga awal tahun ini pertumbuhan film animasi lokal telah menampakkan wajah sumringahnya.

Tapi mengerek kegairahan film animasi lokal bukanlah perkara sepele, siapapun tahu. Bisa jadi faktor yang melatarbelakangi kurangnya produksi film animasi kita adalah sisi bandrol produksi yang nyatanya tidak bersaing dengan menggarap film non-animasi. Ditambah minimnya teknologi dan SDM, sempurnalah hambatan-hambatan itu.

Padahal film animasi di Indonesia sebagai suatu industri yang berbasis seni sudah lama ada. Misalnya, tercatat di kalender 1955 film Si Doel Memilih karya Dukut Hendronoto telah menancapkan tonggak dimulainya sejarah animasi modern. Dilanjutkan oleh stasiun TVRI yang menampilkan program-program animasi di beberapa segmennya.

Hingga tahun 1970-an, film animasi semakin bermunculan, ditandai oleh film Si Huma yang cukup fenomenal. Bahkan, pada tahun 2000-an, film animasi layar lebar Homeland dan Janus Prajurit Terakhir sempat memberi kita harapan akan masa depan industri film yang bercikal bakal dari artwork komik ini.

Namun yang terlewatkan, industri film animasi Indonesia dari dulu senantiasa meletakkan film animasi sebagai konsumsi anak-anak (atau paling tidak remaja). Jarang sekali kita melihat film animasi Indonesia yang diperuntukkan bagi orang dewasa. Padahal kalau kita cermati, di awal perkembangannya, film animasi justru menyasar ke penonton dewasa.

Meskipun akhir-akhir ini produsen-produsen film animasi besar di dunia sering membuat film animasi yang tidak ditujukan untuk kelompok penonton anak-anak, anggapan bahwa film animasi adalah untuk kaum anak-anak masih menjadi wacana dominan di masyarakat kita. Film animasi, lebih-lebih di Indonesia, selalu diasosiasikan dengan genre anak. Tapi, tunggu dulu! Ada sedikit yang perlu diluruskan di sini.

Animations are not a strictly-defined genre category, but rather a film technique, although they often contain genre-like elements.” (Dirks, www.filmsite.org/animatedfilms.html)

Begitulah, animasi sebenarnya hanya merupakan teknik penyajian (bukan genre!). Dengan begitu maka kategori-kategori yang ada merupakan hasil dari segmentasi khalayak. Di Indonesia ada tiga kategori menurut versi Lembaga Sensor Film (karena stasiun-stasiun TV ternyata memiliki versi sendiri), yaitu: semua umur, remaja dan dewasa. Pemeringkatan di Amerika Serikat lebih rumit, yaitu: G (general), PG(parental guidance), PG-13 (parental guidance dan usia penonton minimal 13 tahun), R (restricted), serta NC-17 (no one 17 and under admitted).

Namun syukurlah, karisma perfilman animasi Indonesia makin lama makin menguat. Ini saya simpulkan dari munculnya berbagai komunitas penggiat animasi. Sebut saja Anima (Asosiasi Animator Indonesia), Animator Forum, Ainaki (Asosiasi Industri Animasi dan Konten Indonesia), beserta komunitas-komunitas lain yang terbit untuk menampung aspirasi para animator.

Ref: http://pandunurdin-anime.blogspot.co.id/p/blog-page.html